Langsung ke konten utama

Sejarah Jembatan Ampera

Indonesia adalah negara yang didominasi oleh wilayah perairan sebanyak 70 persen dari wilayah totalnya. Tidak hanya sebatas lautan, bagian daratan Indonesia pun dialiri oleh sungai serta danau yang jumlahnya lebih dari hitungan jari. Tidak sedikit pula wilayah pemukiman yang dialiri oleh aliran sungai. Oleh karena itu, jumlah jembatan berukuran besar di Indonesia tidaklah sedikit. Adapula jembatan terkenal yang menghubungkan wilayah Seberang Ulu dan Seberang Ilir di Kota Palembang ialah Jembatan Ampera. Dalam tulisan ini, dibahas sejarah Jembatan Ampera.
Ide awal dari pembuatan jembatan adalah untuk. menyatukan Seberang Ilir dan Seberang Ulu. Ide ini telah muncul pada zaman gemeente Palembang, yaitu pada tahun 1906. Lalu, ide ini kembali muncul pada masa pemerintahan Le Cocq de Ville, Walikota Palembang pada tahun 1924 sebelum kemerdekaan Indonesia. Namun, ide ini belum pernah direalisasikan oleh siapapun hingga akhir masa jabatan Le Cocq, bahkan sampai masa kemerdekaan Indonesia. Informasi ini bersumber dari Wikipedia (2017:1).
Lalu, pada tahun 1956 setelah kemerdekaan Indonesia, ide tentang pembangunan jembatan ini kembali datang. Hal ini diusulkan pada sidang pleno yang berlangsung pada tanggal 29 Oktober 1956 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Peralihan Kota Palembang. Adapun anggaran awal yang dimiliki Kota Palembang yang akan digunakan sebagai modal pembangunan jembatan ini adalah sekitar Rp 30.000,00. Pada tahun 1957, dibentuklah panitia pembangunan yang terdiri dari para petinggi di Kota Palembang. Panitia yang beranggotakan Penguasa Perang Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya, Harun Sohar, dan Gubernur Sumatera Selatan, H.A. Bastari. Pendampingnya, Walikota Palembang, M. Ali Amin, dan Indra Caya ini mulai membujuk Presiden Indonesia, Ir. Soekarno untuk menyetujui rencana tersebut.
Barulah pada tahun 1961, pihak panitia mendapatkan lampu hijau dari Ir. Soekarno. Kemudian, Soekarno pun mengajukan syarat untuk membangun boulevard (semacam taman terbuka) di kedua ujung jembatan tersebut. Hal ini dikarenakan oleh letak jembatan yang berada di jantung kota. Setelah itu, dilakukanlah penunjukan perusahaan yang akan menangani pembangunan jembatan. Lalu, pada tanggal 14 Desember 1961, penandatanganan kontrak dengan biaya pembangunan sebesar USD 4.500.000 atau sekitar Rp 900.000.000,00 (kurs rupiah saat itu, USD 1 = Rp 200,00) dilakukan.
Pada April 1962, pembangunan jembatan ini dimulai. Adapula tambahan dana pembangunan saat itu juga diambil dari dana rampasan perang Jepang. Kemudian, pembangunan jembatan ini pula dibantu oleh tenaga ahli dari Jepang. Fuji Mobil Manufacturing Co., Ltd. ialah perusahaan Jepang yang diberikan tanggung jawab terhadap konstruksi dan desain jembatan. Pembuatan jembatan ini berlangsung selama 3 tahun.
Akhirnya, pada tanggal 30 September 1965, jembatan ini diresmikan oleh Letjen Ahmad Yani dan dinamakan Jembatan Bung Karno. Namun, pada tahun 1966, munculnya gerakan Anti-Soekarno pun memicu perubahan nama dari jembatan tersebut. Akhirnya, nama jembatan ini diubah menjadi Jembatan Ampera yang memiliki makna sebagai Amanat Penderitaan Rakyat.
Jembatan ini dirancang untuk dapat menaik-turunkan bagian tengah agar kapal besar dapat melewati sungai musi. Proses ini berlangsung sekitar 30 menit, bersumber dari sonsakira.blogspot.co.id (2013:1). Namun, aktifitas naik turun bagian tengah jembatan dihentikan pada tahun 1970 dengan berbagai alasan. Pada tahun 1981, dilakukan renovasi pada jembatan ini dengan anggaran sekitar Rp 850.000.000,00. Hal ini dikarenakan kekhawatiran akan ancaman kerusakan Jembatan Ampera yang sudah berdiri puluhan tahun.

Jadi, Jembatan Ampera dapat dikatakan sebagai jembatan yang kuat. Dilansir dalam news.detik.com (2007:1) bahwa jembatan ini dapat berdiri hingga sekitar 50 tahun kedepan. Tidak sedikit pula kecelakaan kapal yang terjadi, misalnya kapal tongkang yang menabrak pondasi Jembatan Ampera. Namun, untungnya jembatan penting ini tetap berdiri kokoh. Semoga dengan adanya tulisan ini, dapat memberikan manfaat bagi kita semua. 

Komentar